Tugas Psikologi Pendidikan
Kelompok: 10
Fikri Dien (161301016)
Izdihar
Afra (161301022)
Yuliasti
(161301027)
Dinda
Pramadi Putri (161301037)
Yusnita
Tarigan (161301038)
Gita
Clara Tinambunan (161301063)
Farel
Andhika Fajar (161301067)
Classical Conditioning:
Belajar Asosiasi
Pengertian belajar
menurut classical conditioning adalah suatu bentuk di mana stimulus
netral yang berupa conditioned stimulus (CS) dipasangkan dengan unconditioned
stimulus (UCS) untuk dapat mengubah unconditioned response (UCR)
menjadi conditioned response (CR) hanya karena adanya CS.
Elemen kunci dari classical
conditioning adalah asosiasi dari dua stimulus. Classical conditioning
sendiri dapat dihilangkan dengan counter conditioning. Classical
conditioning, salah satunya, berperan dalam memahami masalah phobia.
Contoh
Classical Conditioning, antara lain:
1.
Seorang anak selalu mencuci piringnya
setelah selesai makan karena ibunya pernah memintanya melakukan hal tersebut
sebelumnya. Setelah terbiasa melakukan hal tersebut, sang ibu mencoba untuk
menaruh piring kotor lainnya di tempat cuci piring, sang anak yang hendak
mencuci piring yang baru dipakainya pun mencuci piring kotor lainnya juga. Hal
tersebut dilakukan berulang kali. Sehingga, jka sang anak tidak memiliki kegiatan
dan melihat ada piring yang kotor, ia pun akan langsung mencucinya saat itu
juga walaupun tidak ada piring yang dipakainya.
2.
Seorang wanita hanya berselera makan
jika hidangan utama yang akan dia makan pedas. Namun, ternyata wanita itu
menikah dengan seorang pria yang menyukai hidangan utama yang manis. Setiap
hari, ia pun memasak untuk hidangan pedas dan hidangan manis pada satu waktu
dan juga ikut memakan keduanya. Hal itu berlangsung terus-menerus hingga sang
wanita menjadi berselera makan walaupun hidangan utama yang tersaji adalah
hidangan yang manis dan tidak ada hidangan yang pedas.
3.
Seorang anak yang terbiasa tinggal
dengan orangtuanya dengan terpaksa harus mengekos karena berkuliah di kota
lain. Pada dua minggu pertama, ibunya juga ikut tinggal di tempat kosnya agar
sang anak lebih mudah beradaptasi untuk tinggal tanpa ibunya. Setelah batas
waktu yang telah ditentukan, ibunya kembali ke kota asalnya, sang anak pun
mulai terbiasa untuk tinggal di tempat kosnya walaupun sang ibu tidak
bersamanya.
4. Seorang
satpam di sebuah kantor di perintahkan untuk membukakan pintu mobil bossnya,
karena
dia terlalu sering
melakukan itu. Pada
suatu hari satpam itu tetap membukakan pintu mobil bossnya tanpa di perintahkan
oleh bossnya.
5. Seorang
anak laki-laki di suruh oleh ayahnya untuk mencuci mobil yang kotor, karena
setiap melihat mobil kotor anak
itu pasti mencucinya. Pada
suatu hari si anak melihat mobil itu kotor dan tanpa disuruh pun
si anak langsung mencuci mobil tanpa
perlu diperintahkan oleh ayahnya.
Operant Conditioning
Operant
Conditioning (juga dinamakan pengkondisian instrumental) adalah sebentuk
pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulang. Di dalam Operant
Conditioning memiliki dua Inforcement (penguatan) dan hukuman. Dua Inforcement
tersebut ialah Positive Inforcement yaitu penguatan berdasarkan prinsip bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung atau
rewarding, Negative Inforcement yaitu penguatan berdasarkan prinsip bahwa
frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan), dan hukuman yaitu konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Contoh dari Operant Conditioning,
antara lain :
·
Positive Reinforcement
1. Saat
saya berada di kelas 1 SMP
sewaktu
pembagian rapot semester pertama, saya mendapatkan peringkat pertama di kelas.
Saya merasa sangat senang dan memberitahu kedua orang tua saya tentang kabar
gembira itu. Orang tua saya memberikan pujian dan memberikan reward berupa
handphone setelah beberapa hari mengetahui kabar gembira itu. Aku semakin
merasa senang dan membuat ku semakin termotivasi untuk mendapatkan peringkat
pertama lagi di semester-semester berikutnya.
Positive Inforcement :
Pemberian pujian dan
reward berupa handphone dari orang tua sehingga membuat ku untuk terus
mendapatkan peringkat pertama.
Stimulus yang mendukung
yaitu pemberian pujian dan reward dari orang tua.
Respons yang meningkat
yaitu untuk terus mendapatkan peringkat pertama.
2. Saya
belajar tilawah (MTQ) dengan seorang guru mengaji saat berumur 10 tahun. Pada
awal belajar tilawah, saya merasa kurang percaya diri untuk memulai mengaji
berirama seperti yang telah dicontohkan guru saya. Namun, seiring waktu rasa
percaya diri saya mulai muncul yang membuat saya mulai berani untuk mengikuti
irama mengaji guru saya. Keberanian ini muncul karena kedua orang tua saya
selalu memberikan keyakinan dan dorongan bahwa saya mampu untuk melakukannya.
Hingga suatu saat, saya mulai mengikuti perlombaan tilawatil Quran (MTQ),
perlombaan yang pertama kali saya ikuti mendapatkan juara harapan dua.
Kemudian, saya menyadari bahwa saya mampu melakukannya dan harus menjadi lebih
baik lagi di perlombaan selanjutnya. Saya berpikir jika saya mengaji lebih baik
lagi pasti saya akan mendapatkan posisi juara yang lebih baik pula. Oleh karena itu, saya belajar lebih keras dan lebih
giat lagi. Hingga pada perlombaan berikutnya saya mendapatkan juara 3, juara 2,
hingga juara 1.
Positive Inforcement :
Pemberian semangat,
keyakinan, dan dorongan dari orang tua yang membuat saya terus ingin melakukan
yang terbaik hingga akhirnya bisa mendapatkan juara 1 pada lomba MTQ.
Stimulus yang mendukung
yaitu pemberian semangat, keyakinan, dan dorongan dari orang tua.
Respons yang meningkat
yaitu terus ingin melakukan yang terbaik hingga akhirnya bisa mendapatkan juara
1 pada lomba MTQ.
·
Negative Inforcement
3. Saat
saya mulai memasuki masa remaja di mana masa pencarian identitas diri dan
cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Saya menjadi lebih pemarah dan
egois, pola belajar saya juga sempat tidak teratur karena saya sering
berpergian dengan teman-teman sekolah. Suatu saat, nilai ujian saya tidak
sebagus biasanya dan saya merasa sangat menyesal, sesampainya di rumah saya
menceritakan tentang nilai saya kepada orang tua saya. Tetapi, mereka tidak
memarahi saya melainkan memberikan sindiran-sindiran yang membuat saya merasa
bersalah. Sejak itu, saya mulai bisa mengontrol diri saya dan sebisa mungkin
mengatur pola belajar saya menjadi lebih baik.
Negative Inforcement :
Pemberian
sindiran-sindiran dari orang tua yang membuat ku merasa bersalah sehingga
membuat ku ingin berusaha lagi untuk mendapatkan nilai yang baik seperti yang
biasanya aku dapatkan.
Stimulus yang tidak
menyenangkan yaitu pemberian sindiran-sindiran dari orang tua.
Respons yang meningkat
yaitu berusaha lagi untuk mendapatkan nilai yang baik seperti yang biasanya aku
dapatkan.
4. Keponakan
saya yang berumur 5 tahun cukup sulit untuk disuruh mandi. Dia terlalu banyak
bermain yang membuatnya keletihan sehingga ia langsung tertidur. Dan saat
dibangunkan cukup sulit untuk menyuruhnya mandi. Sehingga, ibunya mengomelinya
setiap kali ia disuruh mandi. Namun, karena sudah terlalu sering diomeli oleh
ibunya. Akhirnya, ia tidak sulit lagi untuk disuruh mandi karena tidak ingin
mendengar omelan dari ibunya laginya.
Negative Inforcement :
Pemberian omelan secara
terus-menerus dari ibunya yang membuat si anak tersebut tidak sulit lagi untuk
disuruh mandi karena tidak ingin mendengar omelan ibunya lagi.
Stimulus yang tidak
menyenangkan yaitu pemberian omelan secara terus-menerus dari orang tua.
Respons yang meningkat
yaitu tidak sulit lagi untuk disuruh mandi karena tidak ingin mendengar omelan
ibunya lagi.
·
Punishment atau Hukuman
5. Saat
pelajaran biologi, saya tidak membawa buku biologi yang membuat saya
mendapatkan hukuman dari guru biologi saya. Sebagai akibatnya, saya tidak
diizinkan masuk untuk mengikuti mata pelajaran Biologi darinya.
Punishment atau Hukuman
:
Pemberian hukuman
berupa tidak diizinkan untuk masuk ke kelas yang membuat saya pada pertemuan
berikutnya akan selalu membawa buku Biologi.
Kognitif
1.
Dalam belajar kognitif, faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran seseorang ialah dalam bentuk penerimaan,
pengelolaan dan memutuskan informasi. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari saat
kita mendengar nada dering panggilan handphone, kita akan memutuskan untuk
menjawab panggilan kemudian berbicara dengan si penelfon atau menolak panggilan
tersebut kemudian melanjutkan kegiatan kita. Saat kita memutuskan menerima
panggilan tersebut, disinilah dimana kita melakukan proses kognitif , yaitu
kita dapat menerima, mengolah, dan memutuskan suatu informasi tersebut.
2.
Dalam belajar kognitif, faktor lain yang
mempengaruhi proses belajar seseorang ialah bagaimana seseorang memahami
hal-hal baru yang ada disekitarnya dan kemudian ditransformasikan sebagai pengetahuan.
Misalnya, seorang
siswa akan mencoba memahami pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Siswa akan
mulai berfikir, lalu memahami pelajaran tersebut dan kemudian menerapkannya.
Sebagai contoh,
guru tersebut menjelaskan pelajaran mengenai bumi dan kerusakan alam, siswa akan mulai berfikir, lalu memahami bahwa
kerusakan alam itu dapat berdampak sangat buruk bagi kehidupan manusia. Setelah memahami pelajaran tersebut,
siswa
akan mulai mengevaluasi dan menerapkan hal-hal yang dapat mencegah rusaknya
lingkungan hidup manusia. Hal tersebut termasuk dalam belajar kognitif karna dalam
prosesnya menyangkut proses belajar yang berhubungan dengan nalar atau pikiran.
3. Seorang pengemudi motor yang baru belajar di ajarkan
oleh bapaknya, dia sedang mencoba untuk memahami apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Jika dia tidak melanggar di hari itu, dia tentu mengetahui akan
terjadi sesuatu yang buruk seperti kecelakaan.
4. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat
berita yang tidak diketahui kebenarannya. Kemudian kita memutuskan untuk tidak
mempercayainya.
5. Saat para wanita sedang berbelanja di mall, dia tentu
melihat barang bagus. Akan tetapi, uang yang dia bawa tidak mencukupi untuk
membeli barang tersebut. Kemudian dia memutuskan untuk menghiraukan barang
bagus tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar